14
09/2024
|
5
06/2023
|
Kategori : peristiwa / Uncategorized Komentar : 0 komentar Author : admin |
Suatu hari di saat matahari mulai terbenam, seorang sosok laki-laki pekerja keras Abner baru saja pulang dari ladang, ia menyapa dengan pertanyaan, sembari memepersilahkan duduk di sebuah bale-bale.
Saya mendapat informasi dari Sinode SAS telah melakukan tindakan percabulan pada anak-anak, jelasnya.
“Informasi dari sinode artinya kita bisa percaya, kita bisa yakin dan dibenarkan karena ada kasus maka pelaku ini tidak dithabiskan menjadi seorang pendeta” ungkapnya.
Dengan memangku kedua tangan di lutut, ia melanjutkan bahwa utusan tim sinode turun untuk menggagali informasi, dari sinode ke klasis bersama dengan salah satu guru sekolah minggu, menanyai setiap anak-anak. Setelah mereka bertanya ada beberapa anak yang didapati sebagai korban termasuk anak saya.
Sebelumnya seorang ibu, koster di Gereja Maseji Injili Timor (GMIT) Siloam Nailang sepanjang menjalankan tugasnya mengenali SAS sebagai sosok yang ramah. Ia tidak pernah melihat gelagat aneh dari SAS, apalagi sampai menggauli anak-anak sekolah minggu.
Abner menuturkan bahwa salah satu orangtua yang membuat laporan ke sinode GMIT. Dari laporan itu ada tim yang datang dan di dalamnya ada Penasehat Hukum dan Psikolog.
Setelah bertemu kami menyepakati bersama tempat dan waktu. Setelah mendatangi tempat itu, psikolog mendampingi anak-anak dan kami para orangtua korban didampingi oleh Penasehat Hukum.
Hasil pertemuan itu, menyatakan anak-anak sudah siap untuk memberikan keterangan, sehingga kami langsung ke Kepolisiaan Resort Alor untuk buat laporan. Selesai membuat laporan, korban di antar ke rumah sakit umum daerah Kalabahi untuk divisum.
Dari enam orang korban dibuat satu laporan pengaduan dengan yang melapor adalah salah satu majelis dari gereja tersebut.
Ayah korban menyampaikan bahwa anaknya mendapat cibiran dari teman-teman dan orang-orang sekitar, namun sekarang korban sudah tidak dirundung lagi. Anaknya telah menjalani kesehariannya seperti biasanya.
Ketika saya menyapa korban terlihat ada sedikit kekhwatiran di raut wajahnya. Sang ayah meyakinkannya untuk bisa bercerita sebentar.
Dalam ruangan berukuran dua kali tiga centimeter persegi, ia mulai menceritakan kejadian yang membawa luka itu. Dia tidak begitu nyaman untuk berada di luar rumah namun akhir-akhir ini tidak ada lagi rasa tidak nyaman itu.
Semua orang di sekitarnya juga tidak merundung. Mereka bisa menerimanya. Kini, dia lebih bebas untuk beraktifitas seperti sediakala.
Ayah korban lainnya, mulai bercerita di tengah keheningan malam. Katanya ia tidak mengetahui anaknya adalah salah satu korban.
Seorang penyidik mendatangi rumahnya untuk memastikan, namun tak menemuinya. Sehingga lewat telepon penyidik itu memnyampaikan bahwa mereka mendapat keterangan awal dari korban awal, anaknya termasuk salah satu korban pelecehan dengan pelaku SAS.
Mendengar hal itu dengan penuh amarah ia meminta pihak kepolisian untuk segera diproses kasus tersebut. Korban segera didampingi membuat laporan polisi.
Korban menyerahkan pada pihak penegak hukum, penyidik tidak boleh bermain-main, minimal SAS mendapat hukuman berat atau hukuman mati.
“Menanggapi kasus kekerasan seksual terhadap enam orang anak di Alor dengan terduga pelaku SAS, seorang vikaris GMIT yang bertugas sejak bulan Desember 2020 hingga Mei 2022 dan memperhatikan tanggapan dari banyak pihak, maka kami perlu menyampaikan bahwa:
Majelis Sinode (MS) GMIT menyatakan komitmen sungguh-sungguh untuk mengawal kasus ini demi kepentingan terbaik korban, yang adalah anak-anak. Komitmen tersebut telah ditunjukkan dengan menunda dan mempertimbangkan kembali penahbisan pelaku ke dalam jabatan pendeta sambil melakukan penjangkauan kepada para korban untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi di lapangan sejak laporan pada 15 Juni 2022.
Kami telah meminta pihak Majelis Klasis Alor Timur Laut sejak laporan diterima untuk mendampingi terduga korban demi mendapatkan informasi dari pihak korban. Namun sampai akhir Agustus 2022 belum ada pihak korban yang bersedia terbuka kepada Majelis Klasis.
Untuk itu Majelis Sinode GMIT melakukan pendampingan psikologis dan hukum bagi para korban dan keluarga melalui Rumah Harapan GMIT (RHG). RHG merupakan salah satu satuan tugas pelayanan MS GMIT yang didirikan pada tahun 2018 untuk melayani korban kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual.
Setelah penjangkauan oleh Pengurus RHG pada akhir Agustus 2022 lalu, anak-anak bersedia berbicara dengan didampingi oleh RHG untuk proses hukum.
Berdasarkan hasil penjangkauan RHG, diketahui telah terjadi dugaan kekerasan seksual dalam bentuk persetubuhan anak. Sebab itu RHG beserta pimpinan klasis dan jemaat setempat telah mendampingi orang tua korban untuk melaporkan kasus ini ke Polres Alor tertanggal 1 September 2022.
Pada tanggal 4 September 2022, Wakil Sekretaris MS GMIT bersama Ketua Majelis Klasis Alor Timur Laut bertemu para korban, orang tua dan keluarga di Nailang-Alor. Dalam kesempatan itu MS GMIT mendengarkan secara langsung suara hati korban dan keluarga. Sinode menyatakan keberpihakan pada korban dan komitmen untuk terus melakukan pemulihan psikis dan pendampingan hukum bagi korban.
Selanjutnya, Kamis, 8 September 2022, tim dari MS GMIT dan RHG berangkat ke Alor untuk melakukan sejumlah bentuk pendampingan lanjutan dan koordinasi. Pendampingan dan koordinasi ini dimaksudkan untuk membangun persepsi bersama tentang hal–hal yang berkaitan dengan pendampingan lanjutan untuk korban dan keluarga. Mempersiapkan korban dan keluarga untuk proses hukum mulai dari penyidikan sampai putusan pengadilan.
Mengenai terduga pelaku yang telah menyerahkan diri dan ditahan oleh pihak berwajib pada 5 September 2022, Majelis Sinode GMIT menjelaskan akan mendukung penuh proses hukum untuk memastikan pengungkapan kebenaran mengenai apa yang terjadi demi penegakan keadilan.
Dalam Pasal 13 ayat 1 butir c dari Peraturan Vikariat GMIT Tahun 2018 mengatakan: “Bagi Vikaris yang terlibat dalam kasus-kasus pidana dan amoral, maka yang bersangkutan diberhentikan sementara (skorsing) dari masa vikariatnya. Jika yang bersangkutan terbukti bersalah, maka yang bersangkutan diberhentikan dan tidak diterima lagi”.
Mengacu pada pengakuan korban, laporan polisi, dan pengakuan pelaku, Majelis Sinode menyatakan tidak menabiskan SAS dalam jabatan pendeta GMIT.
Atas semua hal yang terjadi, kami, MS GMIT, meminta maaf kepada anak-anak kami yang terluka dalam peristiwa ini dan kepada orang tua serta keluarga.” Dikutip dari https://sinodegmit.or.id/
“Alasan pihaknya menuntut hukuman mati, jelas Jaksa Penuntut Umum Zulkarnaen S.H., M.H, karena dalam nota tuntutan tidak ada alasan yang meringankan, namun yang ada adalah hal- hal yang memberatkan.
Hal yang memberatkan dimaksud, Zulkarnaen menyebutkan, pertama, perbuatan terdakwa bertentangan dengan program pemerintah dalam upaya perlindungan terhadap anak dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, kesopanan dan kesusilaan.
Kedua, perbuatan terdakwa membuat anak korban trauma, dirundung dalam pergaulannya dan merusak masa depan anak korban. Ketiga, perbuatan terdakwa menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
Keempat, terdakwa adalah seorang Vikaris/ Calon Pendeta yang dianggap suci oleh masyarakat, sehingga atas perbuatannya telah mencoreng nama baik Gereja. Kelima, korban terdakwa berjumlah 9 orang anak. Dan keenam, terdakwa tidak sepenuhnya jujur dalam memberikan keterangan di persidangan.
Putusan Pengadilan Negeri (PN) Kalabahi terhadap terdakwa SAS ini sama dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor dalam sidang dengan agenda tuntutan sebelumnya yang digelar pada 22 Februari 2023 lalu.
Sidang ini, kata Sulistiono, dihadiri oleh Zulkarnaen S.H., M.H dan bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kalabahi dalam amar putusannya pada pokoknya, memutuskan:
-Terdakwa inisial SAS (mantan vikaris) telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah membujuk rayu anak-anak untuk bersetubuh dengannya, yang menimbulkan korban lebih dari satu orang, dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan yang diancam dengan pidana pokok sejenis. Sebagaimana dakwaan Pasal 81 ayat 5 Jo Pasal 76D Undang-Undang RI Nomor 35 tahun 2014 Jo. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
-Menjatuhkan pidana MATI.” Dikutip dari mediakupang.com.
(Mariam L)
2
07/2024
|
1
06/2024
|
22
03/2024
|
14
04/2023
|
4
10/2022
|
3
05/2022
|
27
04/2022
|
21
04/2022
|
19
04/2022
|
23
03/2022
|
20
03/2022
|
16
03/2022
|
9
03/2022
|
9
03/2022
|
25
02/2022
|
23
02/2022
|
20
02/2022
|
7
04/2024
|
3
11/2023
|
Sosialisasi Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Dalam Ibadah Gabungan Perempuan GMIT Klasis Alor Timur Laut
Sabtu, 14 Sep 2024
Kolaborasi SUPER dan GMIT Ayalon Labapui dalam Pencegahan Kekerasan pada Perempuan dan Anak
Selasa, 2 Jul 2024
SSP SOE MENINGKATKAN KAPASITAS SUPER DAN MITRA JEJARING DI ALOR
Sabtu, 1 Jun 2024
Edukasi Stop Kekerasan Pada Anak Sejak Dini dan Rumah Belajar Melang
Minggu, 7 Apr 2024
Respon PJ Bupati Alor Saat Ditemui SUPER
Jumat, 22 Mar 2024
GMIT Bethlehem Ilasi Bauwet GMIT Klasis Alor Timur Laut Kekerasan Seksual Anak Kekerasan seksual pada anak laki-laki Pelatihan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Perempuan GMIT Rumah Belajar Melang SMK Negeri Bukapiting stop bullying stop kekerasan seksual Suara Perempuan Alor Suara Prempuan Alor Super Alor Valentine Day