SUPERALOR – MEDIA SUARA PEREMPUAN ALOR
SHARE :

Kisah Seorang Perempuan, Kopi dan Budaya di Alor

4
01/2023
Kategori : Uncategorized
Komentar : 0 komentar
Author : admin


Di Taman Destinasi kota Kalabahi, Stand Kupu-Kopi Menyuguhkan Kopi Khas Alor Sebagai Minuman Yang Membudaya.


Seorang perempuan pemilik stand kupu-kopi, sampai hari ini mengakui mulai banyak orang yang memesan kopinya hingga di luar Alor, dengan keterbatasan modal dan semangatnya yang tak terbatas ia terus mewujudkan mimpi-mimpinya.


Maria alias Mia adalah perempuan asal Alor Selatan yang saat ini berusia 30 tahun. Ia memulai usaha kupu-kopi sejak tahun 2018 dengan penuh perjuangan.


“Saya pada awalnya hanya penikmat kopi, dalam masa kuliah saya sudah menjadi pecandu kopi hingga saat ini” katanya.


Waktu ia kembali ke kampung, terlihat banyak keluarga yang masih menjadi penghasil kopi, namun kopi itu hanya untuk dikonsumsi di rumah sehingga mereka tidak serius menjadi petani kopi.


Dengan terinspirasi dari petani-petani lokal yang punya banyak kopi tetapi hanya dikonsumsi di rumah saja.


Sebagai salah satu pemudi Alor selatan melihat itu sebagai peluang dan mulai berpikir bagaimana membuat kopi-kopi itu bernilai ekonomis, sehingga masyarakat tidak mengabaikan kopi dan hanya fokus pada hasil komoditi kemiri dan fanili.

Kopi dan Budaya Alor

Alor dikenal dengan budaya patriarki, sehingga perempuan lebih banyak mengerjakan hal-hal domestic. Sejak kecil perempuan diajarkan untuk mengerjakan urusan dapur.

Di desa perempuan diberikan tanggung jawab untuk mengurus dapur dan anak-anak. Bahkan urusan kopi sebagai minuman khas yang membudaya, sering disuguhkan pada setiap pagi dan sore, kepada setiap tamu yang datang dan pada setiap acara-acara formal dan non formal.

Kopi di Alor berada di dataran tinggi, seperti Apui, petani-petani ini menanam kopi berjenis robusta, arabika dan liberika. Petani Apui lebih banyak menanam kopi robusta, namun lebih banyak hanya untuk konsumsi sendiri. Kopi robusta dipetik, dijemur dan ditumbuk menggunakan lesung dan alu.

Hasil yang sudah bersih bisa disimpan atau langsung digoreng dan ditumbuk menggunakan lesung dan alu hingga menjadi bubuk kopi lalu dikonsumsi pagi atau sore hari, itu kebiasaan yang sering dilakukan masyarakat disana.

Terdapat kebun-kebun kopi yang dibiarkan saja dan mulai berkurang, lebih banyak lahan diperuntukkan untuk menanam kemiri. Hal ini membuat para perempuan hanya dapat menjadikan kopi untuk minuman sehari-hari saja dan sulit untuk dijadikan minuman yang memiliki nilai ekonomis. Namun Maria mencoba mengubah hal itu dengan mengolah dan menjualnya dengan cara yang berbeda.

Perjuangan Maria Membangun Kupu – Kopi

Maria memulai usahanya dengan ide kreatifnya, ia membungkus sekitar 30 gram bubuk kopi kedalam plastik dan mulai menjualnya ke Kalabahi. Ia mengendarai sepeda motor dengan jarak tempuh sekitar 48 km.

Setiba di Kalabahi Ia mencoba menawarkan bungkusan kopi tersebut kepada beberapa warung kopi di pinggiran lapangan mini Kalabahi (simpang galau) yang juga menjadi tempat tongkrongannya, namun pemilik itu menolak dengan mengatakan : “di sini orang tidak biasa minta kopi asli kk, jadi tidak bisa”.


Dengan perasaan yang sedikit kacau ia optimis dan mengatakan bahwa :
“kalau begitu biar bibi gantung saja di situ, mungkin nanti ada yang minat. kalau tidak ada yang pesan, nanti saya datang lagi, biar bibi putar itu kasih saya”.


Selesai menitipkan kopi ia pergi dan terus berpikir mencari cara lain untuk menjual kopi tersebut.


Beberapa bulan kemudian ia kembali untuk menjual kopi bubuk bungkusan pada orang-orang yang berada di lapangan mini Kalabahi dan juga warung-warung kopi di sekitarnya. kali ini ia juga menyertakan nomor handphonenya, barangkali ada yang berminat dan menghubunginya.


Ia juga menawarkan kopi ini di warung-warung kopi yang berada di Reklamasi. Hasilnya ada dua warung kopi yang berminat dan berlangganan pesanan kopi bubuk dengannya.


Setelah mendapat dua tempat langganan ia kembali ke Apui dan bersama para petani menyediakan kopi. Namun hal ini sempat terhenti karena tersebarnya covid 19, semua tempat keramaian ditutup dan warung-warung kopi juga tidak dibuka lagi, sehingga kopi bubuk juga tidak di distribusikan lagi.


Para petani kopi sangat mahir dalam menanam kopi hanya masih kurang pemahaman dalam mengolahnya, sehingga dengan semangat bersama para petani, ia memberi pemahaman bagaimana mengolah kopi yang benar dan banyak petani kopi yang mulai serius mengurus kopi. Ia kembali mempromosi dan menjual kopi pada tahun 2021 setelah covid-19 mulai hilang.


Dalam usahanya ia merasa putus asa dan ingin berhenti namun niatnya untuk mempromosikan produk lokal kembali membara. Dengan modal yang terbatas ia berjuang merintis usaha ini, bagi dirinya ia adalah pegiat kopi namun karena kondisi ia juga belajar menyeduhkan kopi.


Maria dahulunya adalah seorang guru di SMP negeri Apui dan juga SMA Negeri Dingkanal, namun karena kecintaannya terhadap produk lokal dan niatnya untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri maka ia memutuskan berenti mengajar pada tahun 2019 dan mulai fokus untuk mengurus kopi.


Awalnya keputusan ini bertentangan dengan keluarganya, mereka melarang dan tidak mau ia fokus urus kopi karena akan lebih baik untuk mengajar dan menjadi ASN. Namun karena niatnya yang kuat, ia tidak goyah dan terus berkomitmen melanjutkan usahanya.


Secara perlahan-lahan usahanya itu juga membuat petani kopi di Apui, kelurahan Kelaisi Timur mulai melihat dan membudidayakan kopi yang selama ini terabaikan. Banyak petani sekitar mulai membudidayakan kopi, hal ini membuat keluarga Maria merasa ada hal baik yang telah dilakukannya, sehingga merekapun mulai mendukungnya dalam setiap usahanya.


Berjalan hingga tahun 2022, kini ia telah membuka sebuah stand kopi di destinasi wisata kota Kalabahi, dengan kopi beberapa varian yaitu original, jahe, coklat dan vanili. Stand kupu – kopi dibuka setiap hari jam tiga sore hingga malam dan menjadi salah satu tempat penikmat kopi terbaik di Alor.(ml)

Stand Kupu-Kopi di Destinasi Wisata Kota

Berita Lainnya

22
03/2024


Tinggalkan Komentar