SUPERALOR – MEDIA SUARA PEREMPUAN ALOR
SHARE :

Kisah Pria Asal Alor Korban Pelecehan Seksual yang Mengalami Trauma Bertahun Tahun

16
02/2022
Kategori : Perspektif
Komentar : 1 komentar
Author : admin


Kisah Pria Asal Alor Korban Pelecehan Seksual yang Mengalami Trauma Bertahun Tahun

Kalabahi –

Pria berinisial SM (33) mengalami pelecehan seksual pada masa kecilnya dan mengakibatkan trauma yang berkepanjangan. Pelaku diduga mengalami kelainan sehingga membuatnya melakukan kekerasan terhadap sesama jenis berulang kali tanpa merasa takut.

Awal kisahnya, SM bersama keluarga  berpindah tempat tinggal dari Kupang ke Alor pada tahun 1999. Mereka tinggal di Kelurahan Mutiara Kabupaten Alor.

Di Alor, SM melanjutkan studi pada salah satu SD di Kota Kalabahi. Ia duduk di kelas 3 dan berteman baik dengan rekan-rekannya yang berada di lingkungan itu. SM anak yang baik. Dia mudah bergaul dengan siapa saja tanpa membeda-bedakan.

Namun karena ia adalah orang baru, ia dianggap pendatang lalu dibuli, bahkan salah satu temannya mempunyai sifat yang kurang baik sehingga menyentuh bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain secara terus menerus.

Menyentuh bagian tubuh SM dengan menggunakan tangan dilakukan oleh pelaku berinisial AP berjalan sekitar 3 tahun dengan paksaan dan ancaman.

“AP usai melakukan pelecehan seksual pada saya, dia merasa biasa saja. Dia membuat saya nyaman dengan memberikan pisang atau makanan sejenisnya agar saya lupa dan tidak menceritakan pada orang lain,” kisah SM saat ditemui superalor.com, Jumat (11/02/2022) di Kalabahi.

AP sepertinya kelainan seksual. Ia sering melakukan aksinya yang tak terpuji itu pada SM setiap kali ada kesempatan.

Hal ini biasa terjadi ketika mereka bermain bersama di lingkungan yang sepi, seperti di rumah, gedung kantor dan sering juga diajak ke pantai untuk mencari kayu-kayu kecil yang biasa dijadikan bahan permainan. Bukan hanya itu saja, kadang saat pulang dari gereja atau sekolah juga SM sering dicegat di jalan.

Walaupun dialami secara terus menerus, SM tidak berani menceritakan kepada orang tua dan keluarganya karena takut diancam dan dipukul, serta merasa malu dan hilang rasa percaya diri.

Setelah menamatkan pendidikan pada jenjang Sekolah Dasar, SM melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah dan atas.

Selama studi di jenjang tersebut, ia memilih untuk menghindar dari pelaku dan bergaul dengan teman-teman baru dari lingkungan lain yang bisa menerimanya secara wajar.

Namun tanpa disadarinya, ketika melanjutkan studi pada perguruan tinggi di Jogja, SM merasa frustasi mengingat kisah pelecehan seksual yang dialaminya. Ia sempat stres dan tidak konsentrasi mengikuti aktivitas perkuliahaan.

Bayang-bayang pelecehan seksual yang dialaminya membuat ia sulit mengendalikan diri. Tak ada pilihan lain yang bisa ia lakukan untuk menenangkan diri selain menjerumuskan diri dalam pergaulan bebas.

Ia kemudian menjadi pengguna Narkoba dan minum minuman keras di bar bersama rekan-rekannya. Seringkali ia lakukan itu dan hanya itu yang bisa dia lakukan untuk mengingat masa kecil yang kelam dan pahit di Alor.

Akibat pergaulannya itu, SM juga sampai di tahan pihak kepolisian dan dimasukkan ke dalam penjara. Saat berada di penjara, SM di kunjungi seorang Psikiater dengan tujuan melakukan konseling psikis.

“Psikiater tersebut mengatakan pada saya bahwa, mengapa kamu bisa sampai di sini? Pasti hal ini ada hubungannya dengan masa kecilmu,” kata SM, seolah-olah tak akan pernah lupa nasihat yang dilontarkan psikiater tersebut padanya.

Sang psikiater itu kemudian mengajak SM berdoa bersama dan mulai bercerita kekerasan yang dialaminya pada masa kecil. Psikiater menguatkannya bahwa bukan tugas kita untuk membalas kejahatan tetapi Tuhan yang akan membalas. 

SM merasa lega dan lebih nyaman karena telah berbagi hal yang dipendam belasan tahun lamanya dan mulai berani untuk menceritakan pada psikiater.

Keberanian berbagi kisah hidup pada psikiater tersebut telah membuat SM menyadari bahwa dia adalah korban kekerasan seksual yang mengalami trauma berkepanjangan.

Ia menyesali cara bergaul dan pilihan teman bermain. Dia pun terus berusaha berbenah diri dan lebih dekatkan diri pada Tuhan hingga berhasil menamatkan studinya di Jogja.

SM mengatakan, mungkin kisah hidupnya ini dialami juga oleh sekian banyak anak laki-laki Alor tetapi mereka belum ada yang berani untuk menceritakan pada orang tua atau orang terdekatnya.

Kisah hidup penuh misteri di masa kecil ini menjadi pelajaran berharga bagi SM. Ia meminta anak-anak untuk menceritakan pada orang tua jika pernah mengalami hal serupa.

Sebab memilih diam adalah hal yang berdampak trauma berkepanjangan, bahkan dapat melakukan hal yang tidak wajar, serta berpotensi menjadi pelaku yang sama dari kekerasan yang pernah dialami.

Kisah SM yang mengalami pelecehan seksual memberi dampak psikis yang berpotensi menjadi pelaku kekerasan, jika tidak dipulihkan secara baik.

Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi orang tua dan keluarga untuk memperhatikan lingkungan belajar dan bermain anak sehingga tidak mengalami kekerasan seksual yang serupa.

SM mengimbau orang tua juga untuk memberi perhatian serius tidak saja pada anak perempuan, tapi juga untuk anak laki-laki. Karena anak laki-laki pun rentan dan berpotensi menjadi korban kekerasan seksual jika salah bergaul dan bermain.

“Para orang tua saya imbau supaya tidak hanya memberikan perhatian serius pada anak perempuan dan laki-laki tetapi kalau bisa ajarkan anak untuk bercerita setiap hal yang ia lakukan dan dialaminya terutama masalah-masalah pada dirinya. Kita orang tua harus bisa membangun keakraban dengan anak seperti sahabat sendiri agar dia tidak takut menceritakan hal buruk yang dialaminya,” pinta SM.

Merasa kisah hidupnya sangat pahit, SM kini menggabungkan diri dalam perkumpulan Suara Perempuan Alor yang konsen pada isu kekerasan seksual pada perempuan dan anak di Kabupaten Alor, NTT. (*Novi Lailang).

Berita Lainnya

22
03/2024


1 komentar

Tinggalkan Komentar